FOKUSMETRO.COM - Pengadilan Tinggi (PT) Medan menguatkan hukuman penjara 7 tahun terhadap oknum ASN Puskesmas Mandrehe Utara, Kabupaten Nias Barat, Waristo Nduru.
Hal tersebut dikatakan Humas Pengadilan Tinggi Medan, John Pantas Lumban Tobing saat dikonfirmasi tribunmedan.com, Sabtu (25/6).
"Sudah putus, putusannya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan yakni 7 tahun penjara, denda Rp 800 juta, subsidar 6 bulan kurungan," katanya.
Ia mengatakan Majelis Hakim banding yang diketuai John Diamond Tambunan, menyatakan Warsito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya.
"Memenuhi unsur bersalah dalam Pasal 81 Ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa Majelis Hakim PN Medan yang diketuai Donald Panggabean memvonis terdakwa Warsito dengan pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp 800 juta, subsidar 6 bulan kurungan.
Majelis Hakim dalam amarnya mengatakan, adapun hal memberatkan perbuatan terdakwa meresahkan dan merugikan anak yang berhadapan dengan hukum atau saksi korban.
"Hal meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum," ujar hakim
Vonis tersebut, lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Julita Rismayadi Purba yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana 10 tahun penjara, denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diberitakan sebelumnya bahwa, Waristo Nduru ditangkap petugas Unit PPA Polrestabes Medan di tempat kerjanya pada Selasa 27 September 2021.
Dia diciduk karena telah mencabuli anak yang masih dibawah umur berinisial KL.
Penangkapan itu berdasarkan pengaduan korban dengan bukti laporan Nomor: STTLP/2460/X/YAN.2.5/2019/SPKT RESTABES MEDAN pada Oktober 2019 lalu.
Saat diwawancarai wartawan di Polrestabes Medan, korban bercerita bahwa dirinya kenal dengan Waristo Nduru pada tahun 2017.
Saat itu, korban masih duduk di bangku SMA kelas satu. Mereka bertemu dan saling berkenalan hingga berpacaran.
Setahun berpacaran, hubungan mereka menjadi LDR lantaran Waristo Nduru berada di Nias dan hanya beberapa kali balik ke Medan.
"Saat kami berpacaran, dia (Waristo Nduru) mengikuti ujian CPNS dan lolos. Setelah itu, pada Januari 2019, dia datang ke Medan berjumpa dengan saya. Saat itu, dia mengajak saya di Hotel Selayang Pandang Dua arah ke Simpang Selayang. Saya bertanya kenapa kita pergi ke sini, lalu dia membujuk saya untuk masuk ke kamar hotel yang telah dipesannya. Dia juga merayu saya dengan iming-iming akan dinikahinya karena dia telah lolos menjadi CPNS. Karena rayuan tersebut, akhirnya saya menuruti apa kata dia untuk melakukan hubungan badan layaknya suami istri sebanyak dua kali," lanjut korban.
Kejadian tersebut tidak diberitahu korban kepada orangtuanya.
Pada Maret 2019, sambungnya, korban mengabarkan ke Waristo Nduru bahwa dia telat datang bulan.
Korban pergi ke apotek untuk membeli tespek dan hasilnya positif hamil. Namun, Waristo Nduru malah tidak ingin bertanggungjawab dan mengancam korban.
"Kalau tidak digugurkan (kandungannya), dia akan meninggalkan saya," ungkap korban dengan meneteskan air mata.
Pada Agustus 2019, korban dan Waristo Nduru kembali bertemu.
Saat itu, Waristo Nduru menceritakan masalah yang dia hadapi kepada korban dan alasannya balik ke Medan.
Korban juga mengakui kepada Waristo Nduru telah mengandung anaknya.
"Keesokan harinya, dia kembali mengajak saya berhubungan badan. Karena dirayu dan diberi janji-janji akan dinikahkan, saya pun pasrah. Bodohnya saya percaya dia bilang setelah ini semua selesai dan akan bertanggungjawab untuk menikahi saya. Dia bilang kepada saya untuk tidak menceritakannya ke keluarga atau saudara yang lain. Setelah beberapa hari di Medan dia balik ke Nias. Lalu, saya menagih janjinya karena perut saya semakin lama semakin besar, tapi apa jawaban yang saya dapat, semua hanya kebohongannya saja," terang korban.
Dari hasil hubungan badan itu, pada tanggal 27 Oktober 2019, korban pun melahirkan.
"Saya melahirkan di toilet tempat saya kerja di sebuah restoran tanpa ada bantuan siapapun saya melahirkan bayi laki-laki. Keluarga saya diberitahu dan menelpon dia. Tapi, dia masih menyangkal dan tidak ingin bertanggungjawab. Sore harinya anak saya sudah tidak terselamatkan," ucap korban sambil menangis.
0 Komentar